Menyeimbangkan Upaya Pengentasan Kemiskinan Ekstrem Melalui Manajemen Hulu-Hilir

BERBAGI

Ilustrasi Kemiskinan di Ibu Kota Jakarta (detik.com)

Pemerintah telah menciptakan indikator baru terhadap masyarakat dengan kategori miskin, yakni miskin ekstrem. Dalam melakukan upaya pengurangannya, pemerintah telah mengesahkan Inpres Nomor. 4 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengentasan Kemiskinan Ekstrem (Inpres PPKE). Terdapat perbedaan miskin ekstrem dengan kemiskinan biasa, pengeluaran orang per hari dihitung Rp 10.739 untuk kemiskinan ekstrem (ditentukan menggunakan absolute poverty measure) dan Rp. 15.750 untuk kemiskinan nasional. Upaya pengentasan kemiskinan ekstrem saat ini telah menjadi perbincangan hangat, pemerintah telah menetapkan upaya ini menjadi isu strategis untuk segera ditangani. Tidak sedikit dari pemerintah daerah  merasa terkejut mendapati masyarakat di daerahnya yang masuk kategori ini. Memang dari sisi bahasa, penggunaan istilah “miskin ekstrem” disama artikan dengan keadaan yang miskin parah, miskin paling ujung atau absolut. Pandangan awam menilai kondisi hidup masyarakat dalam kategori ini tidak berdaya dan termasuk golongan ekonomi paling bawah.

Indikator Kemiskinan

Beragam tafsiran telah banyak dibicarakan oleh para ahli dalam melihat pengertian kemiskinan. Mereka tidak hanya mengukur kemiskinan sekadar pengeluaran atau pendapatan orang  per hari. Chambers dan Nasikun (2001) berpendapat bahwa kemiskinan adalah suatu kesatuan konsep yang memiliki lima dimensi, yaitu: (1) kemiskinan (poverty), (2) ketidakberdayaan (powerless), (3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), (4) ketergantungan (dependence), dan (5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Sehingga hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.  

Kemiskinan di Indonesia dicirikan oleh banyaknya rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan. Akibatnya, meski tidak tergolong miskin, mereka rentan mengalami kemiskinan. Kondisi kemiskinan yang dinamis ini mengakibatkan data kemiskinan yang harus sering diperbarui, serta pertimbangan akan perbedaan antar daerah yang beragam. Ukuran kemiskinan yang hanya didasarkan pada pendapatan atau pengeluaran seringkali tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pelik yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Selain karakteristik kemiskinan yang relatif, karakter lain yang menonjol dalam konteks Indonesia yakni kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural mengacu pada situasi yang disebabkan karena keterbatasan masyarakat terhadap akses sumber daya yang terjadi dalam sistem sosial dan politik. Sistem ini berlandaskan pada hubungan pribadi antara pihak yang tidak setara, antara pemimpin (patron) dan pengikutnya (klien). Masing-masing pihak membuat jalinan istimewa yang memiliki kepentingan untuk saling ditawarkan. Dalam kondisi yang seperti ini, sumber daya publik disalurkan atas dasar dukungan. Keadaan ini tidak mendukung adanya pembebasan kemiskinan, tetapi justru menyebabkan suburnya kemiskinan.

Manajemen Hulu-Hilir

Strategi kebijakan yang dipersiapkan pemerintah untuk mencapai target percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem meliputi : pertama, pengurangan beban pengeluaran masyarakat melalui pemberian bantuan sosial, jaminan sosial dan subsidi yaitu kelompok program/kegiatan; kedua, peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat; ketiga, penurunan jumlah kantong-kantong  kemiskinan melalui pembangunan infrastruktur pelayanan dasar. Sedangkan sumber-sumber pendanaan untuk menjalankan program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem menggunakan APBN, APBD, APB Des, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan perundang –undangan. Pemerintah daerah juga bisa membuat program sendiri untuk PPKE disesuaikan dengan ketersediaan anggaran di daerah dan memperhatikan program-program yang telah berjalan.

Strategi  penanganan masyarakat ekstrim perlu ditingkatkan di ranah hulu dan hilir. Ranah hulu yang dimaksud terkait kebijakan yang dibuat, sedangkan hilir berkaitan dengan implementasi kebijakan yang berhubungan secara langsung dengan masyarakat. Seringkali permasalahan selama ini bukan pada ranah hulu, namum hilir. Seperti proses pendataan kelompok penerima bantuan, transparansi penyaluran, kapasitas kader Program Keluarga Harapan (PKH),  dan penyaluran melalui e-warung/bank/kantor pos dalam  proses pemberian bantuan sosial; tingkat tepat sasaran kelompok, efektifitas, dan tindak lanjut dalam proses pemberdayaan; serta kapasitas pemberi layanan dan kualitas yang sesuai standar dalam infrastruktur pelayanan dasar.

Dengan kata lain implementasi pengentasan kemiskinan sangat bergantung pada para pelaksana yang ada di tingkat daerah. Penguatan di area hilir ini tentu menjadi mendesak untuk segera dilakukan. Peran dan fungsi area hilir ini yang berinteraksi secara langsung dengan kelompok masyarakat, termasuk  masyarakat kategori miskin. Pentingnya penguatan area hilir ini menyangkut secara langsung dengan hak masyarakat untuk berpartisipasi.

Hak Asasi Manusia

Perubahan sosial ke arah penguatan otonomi daerah telah melahirkan persoalan yang rumit menyangkut keterbatasan lokal dalam mengelola kepentingan daerah. Anggaran menjadi salah satu indikator respon negara dalam memenuhi hak-hak masyarakat untuk memperoleh akses yang layak secara sosial ekonomi. Apalagi sumber pendanaan dalam program PPKE, pemerintah di semua tingkatan dapat membuat program yang dialokasikan dari sumber pendanaaan masing-masing. Tentu kapasitas alokasi anggaran yang tepat sasaran menjadi begitu penting.

Sebuah pendekatan berbasis hak tidak berarti sebuah pendekatan kedermawanan (charity approach), sekedar bantuan, atau kepuasan sesaat untuk masyarakat, namun upaya pertolongan untuk mempertajam strategi dalam perubahan struktural jangka panjang. Ketimpangan prioritas pos anggaran dalam penyusunan anggaran dapat menyebabkan pemiskinan semakin parah terjadi. Dengan kata lain, persoalan anggaran bukan sekedar persoalan politik birokrasi atau ekonomi-teknokratik, namun juga persoalan hak asasi manusia, khususnya terkait pemenuhan hak sosial-ekonomi masyarakat. Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, maka upaya penanganannya juga harus dilakukan melalui strategi yang multidimensi pula. Memastikan anggaran yang berbasis pada pemihakan kaum miskin ditambah penguatan terhadap area distribusi bagian hilir, dengan demikian merupakan pengejawantahan terhadap penghormatan hak asasi manusia.

Ahmad Adi Susilo (Koordinator Malang Corruption Watch)

*Artikel yang sama telah terbit pada kolom opini kompas.id dengan judul “Pengentasan Kemiskinan Ekstrem Melalui Manajemen Hulu Hilir”, 10 Maret 2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.