Minimnya Pendidikan Politik di Partai Politik

BERBAGI
Sumber: Ganto.co.

Partai politik di Indonesia sebagai landasan berdemokrasi harus dikembangkan secara subtansial sehingga menghasilkan sistem politik yang demokratis, transparan dan bertanggung jawab. Dengan demikian, dapat dengan mudah untuk menyejahterakan warga negara. Partai politik terbentuk harus dapat mewujudkan budaya politik yang tertib, santu, dan bermartabat. Tidak hanya itu, tetapi juga dapat memproduksi kader-kader yang memihak kepada pentingan umum melalui pendidikan politik di pelbagai partai. Pendidikan politik sangat penting dilakukan sebab pada proses tersebutlah nilai-nilai ideologi diajarkan hingga dapat mempengaruhi setiap lagam kehidupan. Selain itu, dapat pula menjadi salah satu tombak memperkuat keberpihakan kepada kaum yang terpinggirkan dan dilemahkan.   

Pendidikan politik, menurut R. Hayer dalam Kartono (2009), merupakan upaya untuk membentuk manusia menjadi peserta politik yang bertanggung jawab. Frase “bertanggung jawab” seyogianya lebih ditekankan bertanggung jawab kepada rakyat. Sebab, fungsi partai politik adalah menjembatani segala hal yang berhubungan dengan rakyat dan pemerintahan. Pendidikan politik bagi kader dan pengurus partai politik bertujuan untuk menciptakan solidaritas politik dalam menjaga keutuhan bangsa, memberikan pengetahuan tentang tugas, fungsi, hak, dan kewajiban partai politik, serta mengembangkan kapasitas kader dan pengurus partai. Sedangkan, partai politik bagi masyarakat luas betujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak dan tanggung jawabnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam NKRI. Pendidikan politik dimaksudkan untuk meningkatkan keterlibatan politik di kalangan kader, pengurus partai, dan masyarakat umum.

Semua partai politik diwajibkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik untuk menyelenggarakan pendidikan politik guna menghasilkan kader-kader yang berkompeten yang memiliki integritas, tanggung jawab, dan loyalitas serta diharapkan mampu berfungsi dengan baik di tengah konflik politik. Pengetahuan tentang politik dan ideologi partai adalah dua unsur utama yang harus dipahami oleh setiap kader partai. Kader partai adalah orang-orang yang telah dididik dan dipersiapkan dalam berbagai keterampilan dan disiplin ilmu, memungkinkan mereka bekerja lebih baik daripada orang biasa. Setiap partai politik merasa bahwa cara terpenting untuk meningkatkan kualitas partai di daerah adalah dengan meningkatkan kualitas kadernya. Pendidikan politik dirancang untuk meningkatkan pemahaman  ideologis, kesadaran berorganisasi, dan kepedulian terhadap lingkungan guna mencapai tujuan bersama. Tentunya dimaksudkan agar masing-masing kader partai akan terlibat dalam pertarungan ideologis untuk melindungi diri dari praktik pragmatism politik dan aspek kehidupan lainnya.

Partai politik memiliki kedudukan penting dalam konstitusi. Salah satu fungsi dari partai politik adalah melakukan pendidikan politik. Sayangnya, partai politik belum melakukan pendidikan politik secara optimal atau masih sangat minim, baik kepada masyarakat maupun di dalam partai. Kaderisasi bisa dianggap sebagai pendidikan politik bagi internal pasrtai politik. Namun demikian, kaderisasi ini tidak berjalan sesuai rencana. Hal ini terlihat dari pencalonan kepala daerah yang bukan merupakan kader terbaik partai politik, bahkan mereka mengambil kader dari partai politik lain. Selain itu, kurangnya pengembangan kader membuat anggota partai lebih mudah berpindah partai, keluar dari partainya, atau terlibat dalam perilaku yang kontraproduktif terhadap partainya.

Tujuan pendidikan politik masyarakat adalah untuk membujuk individu untuk berpartisipasi dalam politik atau memilih dalam pemilu. Akan tetapi, dalam pemilu, pemilih memilih berdasarkan indentitas atau keyakinannya. Hal ini mungkin terjadi akibat partai politik dan negara gagal memberikan pendidikan politik. Beberapa partai politik melakukan pendidikan politik kepada masyarakat di bawah tentang memilih calon pemimpin melihat latar belakang dan kemampuan calon. Tapi pemilih justru memilih karena money politics. Serangan fajar yang dilakukan oleh beberapa calon pemimpin ini biasanya meninggalkan beberapa petunjuk seperti kartu nama atau stiker yang memiliki no urut, partai, atau bahkan nama calon sendiri. Pada akhirnya mereka yang menerima serangan fajar ini kemungkinan besar akan memilih calon tersebut karena merasa sudah diberi “hadiah” oleh calon tersebut.  Ini juga menunjukkan gagalnya pendidikan politik kepada masyarakat.

Berdasarkan status quo, tidak ada pendidikan politik yang berkelanjutan untuk kaderisasi internal partai di tingkat partai politik. Masyarakat merasakan hal yang sama, bahkan pendidikan politik yang ditawarkan kepada masyarakat hanya diberikan pada waktu-waktu tertentu, seperti sesaat sebelum pemilu atau pilkada, dan sifatnya mirip dengan kampanye besar-besaran yang ditujukan untuk menarik massa pada kegiatan tersebut. Pendidikan politik selama ini hanya terbatas pada mobilisasi massa dengan format kegiatan yang ambigu. Karena tidak ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang pendidikan partai politik, maka caleg partai tampak bergerak sendiri dengan format pendidikan politik yang tidak terarah pada saat pelaksanaan pemilu. Sementara itu, masyarakat menilai mereka hanya berpolitik dan bekerja saat musim kampanye.

Selain itu, ketidakpercayaan terhadap partai politik muncul karena banyak elit partai politik, termasuk ketua umum partai politik, terlibat dalam kasus korupsi. Seperti yang terjadi pada Romahurmuziy alias Romy yang merupakan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus jual beli jabatan di Kemenag Jawa Timur.  Partai politik menjadi salah satu institusi paling korup. Hal ini bisa jadi karena kurangnya Pendidikan politik antikorupsi di dalam partai. Sebagain besar partai dalam Pendidikan kadernya hanya membahas ideologi partai dan strategi pemenangan.

Pada kenyataannya pendidikan politik yang dilaksanakan oleh partai politik masih minim dan belum maksimal. Bisa jadi hal ini terjadi karena dua faktor. Pertama, parpol sibuk dengan persoalannya sendiri (masalah internal). Kedua, parpol hanya mengejar kekuasaan. Bisa dilihat untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, banyak janji yang ditebar saat kampanye yang belum tentu janji tersebut ditepati. Partai politik melakukan itu semata-mata hanya untuk mengejar kemenangan dan kekuasaan. Padahal partai politik memiliki fungsi untuk melakukan pendidikan politik baik itu untuk internal partai juga masyarakat. Seharusnya partai politik di Indonesia harus aktif menyelenggarakan pendidikan politik. Indonesia membutuhkan warga negara yang cerdas, berkarakter baik, bermoral, dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika diwujudkan melalui pendidikan politik, hal ini sangat mungkin terjadi.

Diah Noor Intan Sari (Relawan Magang MCW)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.